
Garudamuda.co.id – Pada tahun 2021, Outriders dirilis sebagai salah satu game shooter third-person berbasis loot shooter yang digadang-gadang menjadi pesaing baru bagi game seperti Destiny, Anthem, dan The Division.
Dibuat oleh studio asal Polandia, People Can Fly, dan didistribusikan oleh Square Enix, Outriders menawarkan perpaduan antara gameplay penuh aksi dan latar cerita sci-fi yang kelam, berlatar di planet fiksi bernama Enoch. Dalam satu pekan sejak rilis, game ini mencapai lebih dari 3,5 juta pemain, sebuah angka yang mengejutkan bagi IP baru.
Namun, kesuksesan tersebut ternyata tidak bertahan lama. Masalah teknis, server error, konten endgame yang minim, serta desain monetisasi yang dianggap kurang inovatif membuat player base menyusut drastis dalam beberapa bulan pertama.
Meskipun People Can Fly sempat merilis ekspansi Worldslayer pada 2022, antusiasme pasar tidak kembali ke level awal. Hingga akhirnya pada pertengahan 2025, rumor menguat bahwa proyek Outriders 2 yang sudah mulai dikembangkan sejak 2023 secara resmi dibatalkan oleh sang pengembang.
Konfirmasi Pembatalan Outriders 2: Pernyataan Resmi
Pada bulan Juni 2025, People Can Fly melalui laman resminya mengumumkan bahwa proyek pengembangan Outriders 2 dihentikan secara permanen. Pernyataan ini menegaskan kabar yang selama berbulan-bulan beredar di komunitas gaming global, khususnya di forum Reddit dan ResetEra.
CEO dari People Can Fly, Sebastian Wojciechowski, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil berdasarkan tinjauan strategis internal perusahaan, serta ketidakpastian arah bisnis yang menyangkut pengembalian investasi (ROI).
Menurutnya, meskipun tim pengembang sudah membuat prototipe dan tahap awal narasi untuk sekuel Outriders, evaluasi bisnis menunjukkan bahwa kelanjutan proyek tidak akan memberikan keuntungan signifikan bagi perusahaan.
Alih-alih memaksakan proyek besar dengan risiko tinggi, People Can Fly memutuskan untuk mengalihkan fokus pada proyek-proyek lain, termasuk game live-service yang lebih ringan serta kerja sama pengembangan game dengan publisher baru.
Alasan Utama Pembatalan Outriders 2: Kombinasi Masalah Finansial dan Strategi Pasar
Salah satu faktor terbesar yang memengaruhi pembatalan Outriders 2 adalah kekecewaan terhadap performa finansial seri pertamanya. Meskipun mencetak jutaan pemain saat peluncuran, Outriders justru gagal menghasilkan keuntungan bagi developer.
Dalam laporan keuangan yang dirilis oleh Square Enix pada tahun 2022, tercatat bahwa People Can Fly tidak menerima royalti apa pun karena game tersebut tidak mencapai titik impas (break even point). Ini menjadi pukulan telak karena ekspektasi internal terhadap proyek ini cukup tinggi sejak awal.
Masalah lain datang dari kegagalan mempertahankan pemain dalam jangka panjang. Game ini memang menawarkan aksi cepat, kelas karakter unik, dan sistem loot yang menjanjikan. Namun, banyak pemain merasa kontennya terlalu repetitif, kurang modding, serta minim inovasi dibandingkan pesaing yang sudah mapan.
Ketika pemain berpindah ke game seperti Destiny 2, Warframe, atau bahkan Remnant, basis pemain Outriders menyusut drastis—yang secara langsung menggerus nilai pasar dari kemungkinan sekuel.
Strategi pasar global juga turut memengaruhi keputusan pembatalan. Industri video game saat ini mengalami transisi besar menuju model live-service, battle pass, dan monetisasi berkelanjutan. Outriders, yang dipasarkan sebagai game “complete experience tanpa microtransaction,” justru menjadi tidak sejalan dengan tren profit jangka panjang. Developer pun harus realistis dan memilih jalan yang lebih menguntungkan secara ekonomi.
Respon Komunitas: Campuran Kecewa dan Rasa Dapat Dimengerti
Komunitas penggemar Outriders merespons berita ini dengan beragam reaksi. Di satu sisi, banyak pemain lama menyatakan kekecewaan mendalam. Mereka percaya bahwa dengan perbaikan yang tepat, Outriders 2 bisa menjadi kesempatan untuk menebus kekurangan game pertama.
Beberapa menyebut bahwa fondasi gameplay Outriders sebenarnya kuat, terutama dari segi kombat dan sistem skill tree, yang dinilai segar dan fleksibel dibandingkan kompetitor. Harapan akan adanya perbaikan di sektor narasi, endgame, dan matchmaking membuat banyak orang menantikan sekuel.
Namun, di sisi lain, tidak sedikit pula yang memahami keputusan People Can Fly. Mereka mengakui bahwa industri video game saat ini sangat kompetitif dan berisiko tinggi, khususnya untuk proyek dengan anggaran besar.
Banyak gamer veteran bahkan menilai keputusan ini lebih bijak daripada merilis game setengah matang atau memaksakan franchise yang tidak menjanjikan masa depan cerah. Pengalaman buruk dari game seperti Anthem milik BioWare membuat komunitas game kini lebih realistis terhadap risiko pengembangan IP baru.
Dampak terhadap People Can Fly dan Masa Depan Studio
Pembatalan Outriders 2 menjadi titik balik penting bagi studio People Can Fly. Sejak kesuksesan awal mereka melalui Painkiller dan kerja sama dengan Epic Games dalam mengembangkan Gears of War: Judgment, studio ini telah mengalami pasang surut. Outriders adalah salah satu proyek independen terbesar mereka setelah memisahkan diri dari Epic, dan kegagalannya memberi dampak psikologis serta finansial yang cukup besar.
Namun, studio ini tidak lantas terpuruk. People Can Fly dilaporkan tengah mengembangkan beberapa proyek baru dengan nama kode seperti Project Gemini, Project Dagger, dan Project Bifrost—sebagian di antaranya bekerja sama dengan mitra baru dari Eropa dan Amerika Serikat. Studio juga mempertimbangkan untuk beralih ke model pengembangan multiplatform dengan fokus pada PlayStation 6 dan Xbox generasi terbaru, serta cloud gaming.
Beberapa analis juga menyebut bahwa pembatalan Outriders 2 justru bisa menyelamatkan studio dalam jangka panjang. Dengan menghindari jebakan franchise yang gagal, People Can Fly bisa mulai membangun reputasi baru dan memfokuskan sumber daya mereka pada proyek yang lebih menjanjikan secara bisnis maupun teknis.
Situasi Industri: Tekanan Besar terhadap Studio Menengah
Nasib Outriders 2 bukan kasus tunggal. Dalam dua tahun terakhir, banyak studio game menengah (mid-sized developer) yang menghadapi tekanan berat dalam mempertahankan IP besar. Biaya produksi yang meningkat, ekspektasi pemain yang tinggi, serta siklus hidup game yang pendek membuat banyak proyek besar menjadi taruhan berisiko.
Bahkan studio sekelas Arkane Austin (Redfall) dan Volition (Saints Row Reboot) mengalami kegagalan besar, yang menyebabkan penutupan studio secara permanen.
Hal ini menyoroti satu realitas pahit: tidak semua studio bisa bertahan dalam ekosistem live-service yang penuh tuntutan konten berkala dan komunitas agresif. Bagi People Can Fly, pembatalan Outriders 2 adalah bentuk adaptasi terhadap realitas ini. Alih-alih memaksakan eksistensi dalam pasar AAA shooter, mereka kini tampaknya akan menjajal genre dan skema distribusi yang lebih fleksibel dan berisiko lebih rendah.
Apa yang Kita Pelajari dari Kegagalan Outriders?
Outriders menyisakan banyak pelajaran, baik bagi developer, publisher, maupun pemain. Salah satu yang paling mencolok adalah pentingnya kesinambungan konten dalam game modern. Game dengan konsep complete experience, tanpa live-update berkala dan sistem monetisasi jangka panjang, cenderung ditinggalkan oleh pemain setelah satu atau dua bulan.
Ini menandakan perubahan fundamental dalam perilaku gamer yang menginginkan keterlibatan berkelanjutan dan pembaruan konten secara konsisten.
Selain itu, Outriders juga menunjukkan bahwa gameplay solid saja tidak cukup. Elemen seperti story progression, world-building, dan komunitas sangat menentukan daya tahan sebuah game. Ketiadaan PvP, sistem matchmaking yang bermasalah, serta pendekatan komunikasi yang kurang interaktif turut membuat game ini kehilangan momentum.
Terakhir, proyek seperti Outriders memperlihatkan pentingnya kerja sama yang sinergis antara developer dan publisher. Dalam kasus ini, banyak analis menilai bahwa hubungan antara People Can Fly dan Square Enix kurang maksimal—terutama dalam aspek distribusi, promosi, dan pengelolaan ekspektasi pasar. Jika kedua pihak bisa bekerja lebih kohesif, bukan tidak mungkin nasib game ini akan berbeda.
Apakah Masih Ada Harapan untuk IP Outriders?
Meskipun Outriders 2 dibatalkan, belum tentu IP ini benar-benar mati. Banyak waralaba game yang sempat hiatus bertahun-tahun namun akhirnya bangkit kembali, seperti Prey, DOOM, atau bahkan Dead Island. Jika ada publisher atau investor baru yang tertarik menghidupkan kembali dunia Enoch, maka kemungkinan itu tetap terbuka.
Selain itu, People Can Fly masih memegang hak atas franchise ini. Mereka dapat menjual lisensinya, mengembangkan spin-off berbiaya lebih ringan, atau bahkan menjadikan Outriders sebagai universe dalam format multimedia, seperti komik atau seri animasi. Dunia dan lore Outriders yang luas dan penuh potensi tetap bisa dijadikan aset naratif yang dikembangkan dengan cara berbeda.
Penutupan: Jalan Terjal Outriders 2 Menuju Sukses
Pembatalan Outriders 2 adalah cerminan dari kerasnya industri video game modern. Meskipun sebuah game memiliki potensi besar dan sambutan hangat saat peluncuran, tidak ada jaminan akan berlanjut sukses sebagai franchise jangka panjang.
Banyak elemen yang harus selaras—mulai dari kualitas teknis, strategi monetisasi, manajemen komunitas, hingga kemampuan adaptasi terhadap pasar global.
People Can Fly, dengan segala keputusan dan kesalahan mereka, telah membuat pilihan sulit demi masa depan studio. Bagi para pemain, meski mengecewakan, keputusan ini juga bisa menjadi pengingat bahwa di balik game yang kita mainkan, ada realitas bisnis dan manusia yang harus dihadapi.
Outriders 2 mungkin telah selesai, tapi jejaknya tetap tertanam dalam sejarah game sci-fi sebagai eksperimen berani yang nyaris berhasil. Dan siapa tahu, mungkin suatu hari, ketika waktunya tepat, dunia Enoch akan kembali—dengan petualangan baru yang lebih matang dan lebih siap menghadapi ekspektasi zaman.